Di zaman modern ini, kesenian sudah merupakan
bagian dari kehidupan manusia. Seni sebagai bagian dari kreatifitas
manusia, mempunyai ciri yang unik dan spesifik. Tidak ada standar baku
dalam menilai kualitasnya. Tidak ada pula petunjuk dan aturan yang kaku
dalam proses penciptaannya. Karena bersifat individual maka seni juga
berurusan dengan subjektifitas. Dari subjektifitas ini tidaklah mungkin
memaksakan selera dalam menikmatinya. Akan tetapi yang pasti bahwa seni
telah menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, untuk diciptakan kemudian dinikmati,
sebagai hiburan maupun untuk diapresiasi.
Hasil ciptaan dari kreasi manusia tersebut kini dapat di upload di dunia maya melalui internet karna kemudahan akses dan tidak dipungut biaya. Namun hasil dan ciptaan tersebut mudah pula diambil oleh orang lain yang dapat mengaksesnya, oleh karena itu diciptakan UU no.19 tentang hak cipta, UU no.36 tentang telekomunikasi, dan UU informasi dan transaksi elektronik.
Undang-undang No.19 (Hak Cipta)
Lingkup Hak Cipta
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Pencipta
dan atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan program
computer memiliki hak untuk memeberikan izin atau melarang orang lain
yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan
yang bersifat komersial (UU No. 19 Pasal 2 Ayat 2). Menurut Pasal 3 Ayat
3, hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun
sebagian dengan ketentuan :
1. Pewarisan
2. Hibah
3. Wasiat
4. Perjanjian tertulis
5. Sebab-sebab lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Pencipta
Yang dianggap sebagai Pencipta menurut UU No. 19 Pasal 5 Ayat 1 adalah :
1. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal.
2. Orang yang namanya disebut dalam ciptaan dan diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaannya.
Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui
Negara
memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan benda
budaya nasional lainnya. Jika suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya
dan ciptaan tersebut belum diterbitkan, maka Negara memegang hak cipta
atas ciptaan tersebut.
Perlindungan Hak Cipta
Berdasarkan
undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup :
1. Buku, program computer, dan semua hasil karya tulis.
2. Ceramah, kuliah, pidato.
3, Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4. Lagu atau music dengan atau tanpa teks.
5. Drama atau drama musical, tari
6. Seni rupa, seperti seni lukis, seni kaligrafi, seni ukir, seni patung, seni pahat.
7. Arsitektur.
8. Seni batik
9. Fotografi
10. Sinematografi
11. Terjemahan, tafsir dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Tidak ada Hak cipta atas :
1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara
2. Peraturan perundang-undangan
3. Pidato kenegaraan
4. Putusan pengadilan
5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenisnya.
Pembatasan Hak Cipta
Menurut
Undang-undang yang berlaku di Indonesia, beberapa hal yang dianggap
tidak melanggar hak cipta (pasal 14-18). Pemakaian ciptaan tidak
dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumberny dicantumkan
dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat
nonkomersial termasuk kegiatan social, pendidikan, penelitian dengan
ketentuan tidak merugikan kepentingan dari penciptanya. Selain itu,
Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk
memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan demi
kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun
melarang penyebaran ciptaan yang apabila diumukan dapat merendahkan
nilai-nilai keagaman ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras(pasal
17). Berdasarkan Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa
penggunaan atau perbanyakan lambing Negara dan lagu kebangsaan menurut
sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta.
Proses Pendaftaran HAKI
Di
Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi
pencipta. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta,
pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) yang kini berada di bawah Kementrian
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta dapat mendaftarkan langsung
ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak
cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur
dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun
situs web Ditjen HKI.
Undang-undang No.36 (Telekomunikasi)
Asas dan Tujuan Telekomunikasi
Menurut
UU No. 36 pasal 2 telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas
manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, ekmitraan, etika
dan kepercayaan pada diri sendiri. Dan telekomunikasi diselenggarakan
dengan tujaun untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta
meningkatkan hubungan antarbangsa.
Penyelenggaraan Komunikasi
Menurut UU No. 36 Pasal 7 penyelenggaraan telekomunikasi meliputi :
1. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
2.
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi. Dalam menyelenggarakan jasa
telekomunikasi menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi
milik penyelenggara jaringan telekomunikasi. Dapat dilakukan oleh badan
hukum yang didirikan, yaitu :
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
- Badan Usaha Mili Daerah (BUMD)
- Badan usaha swasta
-Koperasi
Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus. Dapat menyelenggarakan telekomunikasi untuk
keperluan sendiri, keperluan pertahanan keamanan Negara, dan keperluan
penyiaran. Dimana hal ini dapat dilakukan oleh :
1. Perseorangan
2. Instansi pemerintah
3. Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
4. Dimana dalam penyelenggaraannya, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Melindungi kepentingan dan keamanan Negara
- Mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global
- Dilakukan secara professional dan dapat dipertanggungjawabkan
- Peran serta masyarakat.
UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
(Peraturan Bank Indonesia tentang Internet Banking)
Saat
ini pemanfaatan teknologi informasi merupakan bagian penting dari
hamper seluruh aktivitas masyarakat. Bahkan dalam dunia perbankan hamper
seluruh proses penyelenggaraan system pembayaran dilakukan secara
elektronik. Perkembangan teknologi informasi ini telah memaksa pelaku
usaha mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan teknologi sebagai
unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Pelayanan electronic
transaction melalui internet banking (e-banking) merupakan salah satu
bentuk baru dari delivery channel pelayanan bank yang mengubah pelayanan
transaksi manual menjadi pelayanan transaksi oleh teknologi. Internet
Banking (e-banking) adalah salah satu pelayanan jasa bank yang
memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi
dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet. Bank
penyelenggara e-banking harus memiliki wujud fisik dan jelas
keberadaannya dalam suatu wilayah hokum. Bank Indonesia tidak
memperkenankan kehadiran bank visual dan tidak memiliki kedudukan hokum.
E-banking dipandang bank Indonesia merupakan salah satu jasa layanan
perbankan, sehingga bank bersangkutan harus memiliki jasa layanan
seperti layaknya bank konvensional.
Penyelenggaraan
e-banking sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi,
dalam kenyataannya pada satu sisi membuat jalannya transaksi perbankan
menjadi lebih mudah, akan tetapi di sisi lain membuatnya semakin
beresiko. Salah satu risiko yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan
e-banking adalah internet fraud atau penipuan melalui internet. Dalam
internet fraud ini menjadikan pihak bank atau nasabah sebagai korban,
yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang yang memiliki kemampuan
dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang memanfaatkan
kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah. Jasa-jasa yang ditawarkan
oleh e-banking antara lain :
1. Informational
Internet Banking: pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk
informasi melalui jaringan internet dan tidak melakukan eksekusi
transaksi.
2. Communicative Internet Banking: pelayanan jasa bank
kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau melakukan interkasi dengan
bank penyedia layanan internet banking secara terbatas dan tidak
melakukan eksekusi transaksi.
3. Transactional Internet Banking:
pelayanan jasa bank kepada nasabah untuk melakukan interaksi dengan bank
penyedia layanan internet banking dan melakukan eksekusi transaksi.
Oleh
karena itu, perbankan harus meningkatkan keamanan e-banking seperti
melalui standarisasi pembuatan aplikasi e-banking, adanya panduan bila
terjadi fraud dalam e-banking dan pemberian informasi yang jelas kepada
user.
Ketentuan/peraturan untuk memperkecil resiko dalam penyelenggaraan E-banking, yaitu :
1.
Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31
Maret 1995 tentang penggunaan teknologi system informasu oleh bank.
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.
3. Ketentuan Bank Indonesia tentang penerapan Prinsip mengenai nasabah
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
5.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP tanggal 20 April 2004
tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa
Bank Melalui Internet
Payung hukum setingkat
undang-undang yang khusus mengatur tentang kegiatan di dunia maya hingga
saat ini belum ada di Indonesia. Dalam hal ini terjadi tindak pidana
kejahatan dunia maya, untuk penegakan hukumnya masih menggunakan
ketentuan-ketentuan yang ada di KUHP yakni mengenai pemalsuan surat,
pencurian, penggelapan, penipuan, penadahan, serta ketentuan yang
terdapat dalam Undang-undang tentang tindak pidanan pencucian uang dan
Undang-undang tentang merek.Ketentuan-ketentuan tersebut tentu saja
belum bisa mengakomodir kejahatan-kejahatan di dunia maya yang modus
operasi terus berkembang. Selain itu dalam penanganan kasusnya sering
kali menghadapi kendala antara lain dalam hal pembuktian dengan
menggunakan alat bukti elektronik dan ancaman sanksi yang terdapat dalam
KUHP tidak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh si korban.
Terkait dengan hal-hal tersebut, kehadiran Undang-undang tentang
Informasu dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-undnag tentang
Transfer Dana (UU Transfer Dana) diharapkan dapat menjadi factor penting
dalam upaya mencegah dan memberantas cybercrime serta dapat memberikan
deterrent effect kepada para pelaku cybercrime sehingga akan berpikir
jauh untuk melakukan aksinya. Selain itu, hal yang penting lainnya
adalah pemahaman yang sama dalam memandang cybercrime dari aparat
penegak hukum termasuk di dalamnya law enforcement.
sumber : http://dee-x-cisadane.webs.com/apps/blog/show/14792396-peraturan-dan-regulasi-uu-no-19-hak-cipta-uu-no-36-telekomunikasi-ruu-tentang-informasi-dan-transaksi-elektronik-ite-peraturan-lain-yg-terkait-
peraturan dan regulas
08.59 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar